Asas audi et alteram partem mempunyai arti bahwa Hakim tidak boleh mendengar keterangan dari salah satu pihak saja sebagai yang sesuatu yang benar, jika pihak yang lain tidak didengar. Asas ini berguna untuk memberikan persamaan hak dan kedudukan dalam pemeriksaan perkara di pengadilan terhadap para pihak (equality before the law). Di sisi lain, asas ini merupakan tolak ukur bagi kinerja Hakim dalam menjalankan tugas agar tidak menyalahgunakan wewenangnya.
Dasar Hukum
Asas audi et alteram partem termuat pada Pasal 121 HIR mengenai pemanggilan kedua belah pihak di pengadilan. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak secara khusus mengatur asas ini, dimana hanya dituliskan bahwa kedua belah pihak yang berperkara mendapat perlakuan yang sama dan adil.
Pelanggaran Asas Audi Et Alteram Partem
Walaupun asas ini sifatnya umum dan berlaku universal pada proses beracara di pengadilan sejak jaman pemerintahan Belanda, namun tidak sedikit pelanggaran yang terjadi pada asas audi et alteram partem di Indonesia. Salah satunya adalah perkara tingkat kasasi antara PT Pertamina Dana Ventura sebagai Pemohon Kasasi (sekarang PT Pertamina Pedeve Indonesia) dengan PT Eurocapital Peregrine Securities sebagai Termohon Kasasi
Dalam perkara ini pada Putusan MA No.852 K/Pdt.Sus/2010, Termohon Kasasi tidak hadir pada acara sidang pembuktian sehingga Hakim mengalami kesulitan untuk menerapkan asas audi et alteram partem. Hal ini merugikan Pemohon Kasasi karena tidak ada upaya bantahan dari Termohon Kasasi. Oleh karena itu Hakim menolak permohonan kasasi yang diajukan.
Sumber :